Minggu, 09 September 2012

Dapur Jalak Sangu Tumpeng merupakan keris lurus yang mempunyai ricikan: sogokan rangkap, sraweyan, tikel alis, gandik polos dan tingil. Jalak Sangu Tumpeng sebagai Sebuah Pusaka Dalam pakem perkerisan, sangat banyak dapur jalak yang kita kenal, antara lain : Jalak, Jalak Ngore, Jalak Dinding, Jalak Sinom, dan Jalak Sangu Tumpeng. Dapur Jalak hampir semuanya merupakan dapur yang populer. Bahkan kerap ditemui dapur Jalak Sangu Tumpeng disimpan sebagai pusaka keluarga. Keris dapur ini kadang diberikan orang tua kepada anaknya ketika hendak pergi merantau mencari nafkah (bekerja). Dapur Keris Jalak merupakan dapur keris yang telah ada sejak jaman kuno. Bagi sebagian penggemar keris, dapur Jalak Sangu Tumpeng dipercaya sebagai pusaka yang mempunyai tuah ke-rejeki-an atau memudahkan mencari nafkah. Bagi sebagian orang hal semacam ini dianggap kepercayaan yang mistik dan sirik. Meski dalam kenyataannya, nuansa cultural leluhur (khususnya orang jawa) akan sulit ditinggalkan sampai kapan pun dalam memandang suatu pusaka. Karena itu tuduhan syirik jelas ditolak mentah-mentah, sebab budaya leluhur mengajarkan demikian dan sama sekali tidak memper-tuhan-kan sebilah keris. Meski demikian benturan anatar budaya dan agama masih saja sering terjadi. Tidak ada salahnya jika kita sedikit memperluas cakrawala pemikiran. Kita mencoba untuk mencari, mempelajari dan memahami segala sesuatu dibalik nilai-nilai budaya, bukan sebaliknya justru meninggalkan dan membuang suatu karya budaya karena takut dituduh syirik atau dianggap kuno ketinggalan jaman. Minimnya budaya baca-tulis bangsa ini di jaman dahulu menyebabkan banyak pengajaran hidup dilakukan secara lisan (tutur). Dan agar lebih mudah mengingatnya, banyak hal “dicatat” dalam bentuk simbol-simbol dari suatu produk budaya, misalkan dalam bentuk tarian, gambar, ukiran, cerita, upacara-upacara tradisi, dan tak terkecuali keris. Tidak ada ukuran / standar bagaimana suatu dapur atau pamor keris harus diinterpretasikan maknanya. Makna yang direfleksikan pada sebuah dapur keris akan sangat tergantung pada keleluasaan cakrawala masing-masing individu. Ajaran filsafat jawa yang dibungkus dalam suatu karya seni keris, tentunya mempunyai suatu perlambang tentang ajaran mengenai hidup dan kehidupan. Dalam hal ini budaya jawa membuka lebar-lebar setiap interpretasi, dengan tetap berpijak pula kepada ajaran budi luhur para leluhur. Penamaan dapur keris tidak lepas dari maksud dan tujuan yang hendak disampaikan dalam dapur keris itu sendiri. Hal ini tidak lepas dari makna setiap ricikan yang ada dalam sebilah keris. Mungkin dengan latar belakang demikianlah, seorang empu menciptakan dapur dan memberinya nama. Empu, dalam memberi nama dapur keris tidaklah sembarangan. Sebuah nama dapat merupakan doa, harapan, simbol dari suatu ajaran atau pun pandangan hidup. Para empu pinilih tersebut tidak hanya ahli dalam hal teknis olah tempa dan laras (“ilmu”), namun juga memiliki keleluasaan pengetahuan olah batin (“ngelmu”) yang dimanifestasikan dalam karyanya, baik secara estetika teknis fisik maupun aspek spiritual. Sehingga, dalam perkembangannya keris bukan hanya sebagai senjata, namun juga sebagai karya seni tempa logam yang memuat nilai-nilai budaya luhur. Seseorang yang memberikan keris kepada orang lain atau keturunananya, seolah memberikan pesan dan harapan, agar penerima dapat menjalankan nilai-nilai yang terkandung di dalam dapur keris tersebut. Sedangkan empu keris seolah memberikan dorongan moril dan doa agar siapa pun yang menyimpan hasil karyanya, diberikan petunjuk oleh Tuhan, sesuai dengan nilai-nilai simbolik dalam keris karyanya tersebut. Nama Jalak Sangu Tumpeng dapat diartikan Burung Jalak Berbekal Tumpeng. Tumpeng adalah nasi (dibentuk seperti gunung) dengan segala lauk pauknya dalam sebuah nampan. Hal tersebut nampaknya aneh dan tak masuk akal. Bagaimana burung jalak yang kecil dapat membawa bekal tumpeng yang sedemikian besar dan berat? Supaya tidak kekurangan makan? Padahal burung jalak tidak doyan nasi tumpeng. Jika keliru menafsirkan, bisa jadi Jalak Sangu Tumpeng diartikan sebagai symbol keserakahan dan orang yang memaksakan diri. Philosofi dalam Burung Jalak dan Nasi Tumpeng Jalak merupakan species burung yang di jawa terdapat beberapa jenis, anatar lain: Jalak Kebo (hitam), Jalak Pita (putih), dan alak Suren (hitam putih). Dari beberapa jenis ini, yang paling menarik tingkah lakunya adalah jalak suren (Sturnus Contra Jalla). Di Jawa, sejak dahulu burung ini dikenal sebagai burung peliharaan yang bisa membantu pemiliknya menjaga rumah. Burung tersebut mempunyai naluri yang peka (waspada) terhadap kedatangan tamu asing baik siang maupun malam. Dia akan berbunyi keras dan serak (bukan berkicau) jika ada orang datang dan belum dikenal seolah mengingatkan (ng-eling-ake) pemilik rumah. Selain itu, Jalak merupakan burung yang dalam mencari makan tidak merugikan orang lain. Sampai di sekitar tahun 70-an masih sering kita lihat burung ini di atas punggung kerbau di sawah. Relasi simbiosis mutualisme dengan kerbau. Jalak memperoleh makanan dan kerbau jadi sehat. Di sisi lain, jalak juga dikenal sebagai burung yang setia kepada pasangannya.

Tidak ada komentar: